Senin, 30 Mei 2011

Reset Chapter 4 (Part 3)


Paman dan Bibi Sungmin cemas karena Sungmin belum pulang. Bibinya menelepon ke rumah Donghae. Donghae tidak bisa tinggal diam dan memutuskan untuk pergi mencari sahabatnya itu. Sambil menyupir, menelepon Ryeowook dan memberitahukan tantang hal itu.
“Tadi siang aku masih bertemu dengannya,” ucap Ryeowook sambil memakai jaket abu-abunya. “Ia bilang akan menjenguk ayah dari temannya. Kau tahu, di antara teman kita, siapa yang ayahnya sakit?”
“Aku tidak tahu” Suara Donghae terdengar sangat panik. “Kau tahu, siapa yang menjadi teman Sungmin, pasti kita juga kenal! Dan bila ada yang sakit, aku pasti mengetahui hal itu!”
“Jadi maksudmu, Sungmin Hyung berbohong?” Nada suara Ryeowook mulai meninggi.
“Aku tak bermaksud mengatakan hal itu, Wookie ah...”
“Jadi Sungmin Hyung kemana?” tanyanya ikut panik sambil berlari keluar dari gerbang rumahnya.
“Wookie ah.. tenang... sekarang kau ada di mana?” Donghae.
“Aku baru keluar dari rumah. Kau sendiri ada dimana?”
“Aku sebentar lagi sampai di....” Donghae terkejut dan mengerem mobilnya mendadak karena di hadapannya ada Ryeowook yang memang tidak memperhatikan jalan.
Ryeowook terkejut karena tiba-tiba di hadapannya ada sebuah mobil yang hampir menabraknya. Ia tak dapat berkata apapun pada awalnya sampai Donghae keluar dari mobilnya.
“Hyungnim...” Ryeowook mulai sedikit lega setelah melihat Donghae.
“Kau ini...!!! Cepat masuk!” perintahnya.
Ryeowook menurut dan masuk ke mobil Donghae. “Jadi sekarang kita kemana?”
“Entahlah... tapi siapa yang sakit? Aku tidak tahu sama sekali...!!”
“Kau sudah menelepon siapa saja?”
“Ah, aku sudah pasang Tweet.... Kepada siapapun yang merasa ayahnya sakit, tolong beritahu”.
“Lalu?”
“Sekitar 50 orang sudah membalas, tidak ada yang ayahnya sakit!”
“Kemana ya?”
Di sebuah jalan, Donghae memarkir mobilnya. Jika ke rumah Sungmin, biasanya Donghae melewati jalan itu.
“Hyungnim.... gelap sekali.. aku takut...” ucap Ryeowook sambil menatap sekelilingnya.
Di belokan terakhir, mereka melihat Sungmin tergeletak di sana. Keduanya langsung berlari ke arah Sungmin dan memanggil-manggil namanya, namun Sungmin tidak bangun.
Donghae berinisiatif menggendong dan membawanya ke mobil. Setelah sampai di rumah sakit, Ryeowook menelepon Paman dan Bibi Sungmin untuk datang.
Tak berapa lama, mereka sampai. Keduanya tampak panik. “Bagaimana keadaannya? Apakah parah?”
Donghae menggeleng. Ia bingung harus mengucapkan apa, karena dokter yang menanganinya belum keluar.
“Kami belum dapat kabar apapun” Jawab Ryeowook. “Paman dan Bibi tenang saja... Sungmin Hyung pasti baik-baik saja”.
Bibi Sungmin memeluk Ryeowook sambil menangis. Ryeowook membalas pelukan itu. Dalam hatinya, ia telah lama tidak dipeluk oleh ibu, tak apalah bibi Sungmin memeluknya.
Kemudian dokter keluar. “Keluarganya Tuan Lee Sungmin?” seru dokter.
“Ya, dokter, kami keluarganya..” Sahut Paman sungmin.
“Anda ayahnya?”
“Ya, saya ayahnya,” Ucap Paman.
Dokter membawa Paman ke ruangannya. “Keadaan Tuan Lee Sungmin saat ini tidak terlalu parah. Untung segera dibawa ke sini. Namun dapat saja keadaannya memburuk bila tidak segera ditangani”.
“Sebenarnya apa yang terjadi pada Sungmin, dokter?”
“Sebelumnya, saya mau bertanya, apakah Anda tahu putra anda memiliki penyakit?”
“Penyakit? Penyakit apa?” tanya paman bingung.
“Putra anda menderita anemia aplastic”.
“Ah? Apa itu dokter?”
“Keadaan dimana berkurangnya jumlah sel darah yang diproduksi”.
Paman mengerutkan keningnya, masih tidak paham dengan penjelasan yang dokter berikan, “Apakah bisa disembuhkan, dokter?”
“Saat ini kondisinya tidak terlalu parah. Ia hanya perlu meminum obat dan check up secara teratur,” Jawab dokter. “Namun tolong dijaga kondisinya, karena tanpa diketahui, penyakit ini dapat menjadi parah secara tiba-tiba. Bila sudah menjadi parah, ia harus menjalani transfusi darah selama hidupnya, kalau tidak, ia bisa meninggal”.
Paman keluar dari ruangan dokter. Kemudian menceritakan hal itu pada istrinya, Donghae, dan Ryeowook.
Bibi, walaupun ia tidak mengerti tentang yang Paman ceritakan, namun ia menangis karena menganggap penyakit itu adalah suatu penyakit yang sangat parah, setara dengan kanker. Sementara Donghae, ia juga tidak mengerti dan hanya mengamati pembicaraan mereka. Dibenaknya, bila produksi berkurang, berarti darah itu akan menjadi hal yang langka di tubuh Sungmin. Donghae merasa itu adalah hal yang mustahil. Namun ia heran mengapa bisa ada hal seperti itu di dunia ini. Bahkan yang terburuk, Donghae berpikir bahwa ia akan segera kehilangan sahabatnya.
Berbeda dengan Ryeowook yang mengerti. Ia mengangguk-angguk dan berusaha untuk tetap tenang sambil berharap penyakit Sungmin tidak bertambah parah, meski dalam hati ia merasa sangat khawatir. Transfusi darah bukanlah hal yang murah. Meski Kedai Ramen itu ramai pengunjung setiap harinya, namun bila sampai tahap parah dan harus sampai tiap hari ditransfusi, mereka tidak akan bisa makan.
Setelah paman selesai menjelaskan, Ryeowook mulai mengecek tabungannya di Bank melalui ponselnya. Ada sekitar 100 juta. Ryeowook melihat ke arah paman dan bibi Sungmin, “Mungkin ini cukup” batinnya.
“Pak, bagaimana bila kita beritahu nona tentang hal ini?” tanya bibi sambil terisak.
Donghae dan Ryeowook melihat ke arah bibi dengan cepat.
Paman terdiam sesaat, “Ibu yakin, Sungmin tidak akan apa-apa bila tahu kita menghubungi ibunya?”
“Bagaimana lagi? Uang kita tidak akan cukup untuk ini..”
“Ah.. Kau bawa nomor telepon nyonya?” tanya paman.
Bibi mengambil tas dan membuka dompetnya, “ini... ini.. “ ia mengeluarkan sebuah buku kecil berwarna hitam.
Donghae mendekat ke arah paman dan bibi untuk melihat buku itu. Begitu pula Ryeowook. Melihat Donghae mendekat, Ryeowook pun ikut mendekat. Ryeowook berpikir, hampir 6 tahun ia bersahabat dengan Sungmin, ia tidak pernah tahu banyak tentang sahabatnya yang satu ini, apa lagi tentang keluarganya. Selama ini Ryeowook mengira paman dan bibi adalah kerabat dekat dari Sungmin, namun tadi ia menyebut ‘ibu’ Sungmin dengan panggilan ‘nona’.
Reyowook lalu memberikan ponselnya pada kedua orang tua itu, “Mau pakai ponselku?” tawarnya.
Bibi memberikan kertas itu pada Ryeowook agar ia menekankan nomor telepon yang terdapat dalam kertas untuknya.
Ia melihat kertas itu, terdapat tulisan ‘Nona Lee Yeon Hee’ dan beberapa digit nomor. Ryeowook menekannya dan membiarkan telepon itu di telinganya sampai tersambung.
“Yeobsaeyeo,,,” terdengar suara seorang wanita dari seberang sana. Suara itu terdengar lemah.
“Yeobsaeyeo.. Nona, ada yang ingin bicara,” Ryeowook kemudian memberikan ponselnya pada Paman.
Paman pergi menjauh dari mereka dan berbicara dengan orang yang bernama ‘Nona Lee Yeon Hee’ itu.
Ryeowook sangat penasaran dengan hal itu. Apa benar, wanita bernama Lee Yeon Hee itu adalah ibu kandung Sungmin? Lalu apa hubungan Sungmin dengan ‘paman dan bibinya?’. Ryeowook ingat betul, Sungmin sering mengatakan bahwa orang tuanya adalah paman dan bibinya.
Sesaat kemudian, Paman kembali. Bibi langsung menghamprinya, “Bagaimana, Pak? Apa katanya?” tanyanya.
“Nona bilang, sebentar lagi akan kemari”.
“Ah, syukurlah...” Bibi tampang lebih tenang.
“Ehm.. Paman, Bibi, maaf sebelumnya..” ucap Ryeowook.
Mereka melihat ke arah Ryeowook sambil tersenyum.
“Mengapa memanggil ibu Sungmin dengan sebutan ‘nona’?”
“Itu...” Bibi dan paman berpandangan. Keduanya duduk di atas kursi, diikuti Donghae dan Ryeowook.

*To Be Continued....*